POST BARU :
Home » » KEKERASAN BERBASIS GENDER

KEKERASAN BERBASIS GENDER

Written By Odikz on Monday, October 28, 2013 | 9:23 AM



 KULIAH UMUMM HAM DAN GENDER
Membicarakan sekaligus mensosisalisasikan Hak Asasi Manusia (HAM) selalu penting. Dan ia menjadi semakin penting ketika realitas sosial kita tengah memperlihatkan wajah-wajah yang tidak lagi menghargai martabat manusia, seperti yang banyak terlihat pada saat ini di banyak tempat di dunia ini, dan lebih khusus lagi di negeri kita tercinta. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri setiap orang sejak ia dilahirkan. Ia berlaku universal (berlaku bagi semua orang di mana saja dan kapan saja). Hak ini merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuatan apapun yang bisa mengurangi atau mencabut hak tersebut.
Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan Gender lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri belum begitu banyak dibahas. Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa fenomena yang sering kali muncul pada persoalan. Isu gender dalam persepektif Islam merupakan isu yang menarik dibicarakan di kalangan akademisi, karena banyak hal yang dapat kita gali dan kita pelajari untuk lebih mengetahui nilai-nilai serta kandungan di balik isu yang berkembang tersebut lewat kacamata Al-Qur’anul Karim dan hadits Nabi Muhammad SAW.
Ketika isu gender di angkat, yang timbul dalam benak kita adalah diskriminasi terhadap wanita dan penghilangan hak-hak terhadap mereka. Gender yang telah diperjuangkan oleh beberapa kalangan, baik dari kalangan akademisi atau dari kalangan yang menanggap bahwa Islam adalah agama yang memicu kehadiran isu gender tersebut di dunia ini.
Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Islam adalah agama yang telah membebaskan belenggu tirani perbudakan, persamaan hak dan tidak pernah mengedapankan dan menonjolkan salah satu komunitas anatomi saja. Islam hadir sebagai agama yang menyebarkan kasih sayang bagi siapa saja.
Pandangan bahkan keyakinan tentang ketidakabsahan perempuan untuk menduduki posisi tertinggi dalam pengambilan kebijakan publik di negeri ini masih terekam kuat dan laten dalam otak dan sanubari sebagian pemeluk agama, meski realitas politik di negeri ini telah mendudukkan perempuan dalam posisi tersebut. Terlepas dari latarbelakang politik, atau kepentingan lainnya, kontroversi mengenai isu ini mereferensi/merujuk pada sumber legitimasi teks-teks keagamaan yang menegaskan laki-laki sebagai pemegang otoritas dalam kehidupan.
Fakta-fakta sosial tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan ternyata merupakan jenis kelamin yang masih tersubordinasi, termarginalisasi dan akibatnya mereka paling rentan terhadap kekerasan dalam berbagai bentuknya : fisik maupun non fisik. Kekerasan-kekerasan terhadap perempuan. Tegasnya perempuan masih dipandang sebagai makhluk inferior, sementara laki-laki makhluk superior dan menentukan segala-galanya. Inilah wajah kebudayaan patriarkhis yang masih berlangsung hingga hari ini.
Misalnya  dalam urusan keluarga, laki-laki menjadi kepala keluarga perempuan pengurus rumah tangga, ketika laki-laki membutuhkan relasi seksual, maka isteri wajib memenuhinya dan tidak sebaliknya, laki-laki boleh keluar rumah kapan saja, sedangkan isteri harus mendapat izin suami, laki-laki memiliki kekuasaan menceraikan isterinya kapan saja dan tanpa perlu mengajukan gugatan, sedangkan isteri tidak demikian. Dalam bidang ekonomi, kesaksian perempuan dalam transaksi ekonomi adalah dua orang sementara laki-laki cukup satu orang. Ini berarti harga seorang perempuan separoh harga laki-laki. Ketentuan yang sama juga terjadi dalam hukum waris. Dalam sosial-politik, hanya laki-laki yang berhak menjadi kepala negara atau khalifah, perempuan tidak boleh. Dalam banyak pandangan mazhab fiqh, perempuan tidak memenuhi syarat menjadi hakim (qadhi/kadi) dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, maka apakah dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya atau sejatinya Islam menyetujui bentuk-bentuk subordinasi dan diskriminasi terhadap perempuan ?. Semua kaum muslimin pasti menjawab tidak. Jika tidak, lalu bagaimana hal ini bisa dihubungkan dengan prinsip kesetaraan yang menjadi dasar Islam bagi hubungan-hubungan sosial dan kemanusiaan (HAM) sebagaimana dikemukakan di atas ?. Bukankah dengan demikian ada kontradiksi-kontradiksi dalam teks-teks suci, sumber dan dasar legitimasi syari’ah Islam?.

Penghambat perjuangan gender
1. faktor internal yang merupakan faktor dari dalam diri perempuan itu sendiri, misalnya perempuan selalu mempersepsikan status dirinya berada di bawah status laki-laki, sehingga tidak mempunyai keberanian dan kepercayaan diri untuk maju
2. faktor ekternal yaitu faktor yang berada diluar diri perempuan itu sendiri, dan hal yang paling dominan adalah terdapatnya nilai-nilai budaya patriarki yang mendominasi segala kehidupan di dalam keluarga masyarakat, sehingga menomor duakan peran perempuan
Selain itu, juga interprestasi agama yang bias gender, kebijakan umum, peraturan perundang-undangan dan sistem serta aparatur hukum yang dikriminatif serta bias gender, baik di pusat maupun daerah. Di samping itu juga masih kuatnya budaya sebagian besar masyarakat yang menganggap perempuan kurang berkiprah di ruang publik, ditambah dengan adanya ajaran agama yang dipahami secara keliru, membuat perjuangan perempuan untuk mencapai keadilan dan kesetaraan gender semakin sulit tercapai.
Akhirnya kembali kepada kita, kaum muslimin, apakah kita mempunyai kemauan dan keberanian untuk melakukan upaya-upaya rekonstruksi dan reinterpretasi atas pikiran-pikiran kegamaan kita ke arah yang lebih baik dan lebih maslahat untuk konteks kekinian dan kedisinian kita, atau akan membiarkannya tetap dalam keadaan stagnan dan ditinggalkan oleh realitas-realitas sosial baru yang terus bergerak dinamis.
Apa yang kita perlukan sekarang adalah menciptakan ruang sosial baru yang memungkinkan perempuan dapat mengaktualisasikan dirinya di mana saja dengan tetap terjaga dan aman dari tindakan-tindakan yang merendahkannya. Untuk itu perlu dirumuskan hukum-hukum yang dapat menjaminnya. Perlu diingat bahwa jumlah perempuan di Indonesia adalah separoh lebih dari jumlah penduduk. Potensi intelektual mereka yang semakin hari semakin meningkat dan semakin besar merupakan potensi besar bagi pembangunan bangsa. Mereka juga memiliki aspirasi dan kepentingan yang tidak bisa diwakili oleh kaum laki-laki. Melalui pandangan kesetaraan hak-hak mereka dan penghargaan yang sama dengan laki-laki diharapkan akan lahir suatu kehidupan yang lebih produktif dan bermutu

Share this post :
 
Copyright © 2011. Film - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger