POST BARU :
Home » » TUGAS HAM DAN GENDER DISKRIMINASI

TUGAS HAM DAN GENDER DISKRIMINASI

Written By Odikz on Wednesday, November 20, 2013 | 10:41 PM




 DISKRIMINASI STATUS EKONOMI





jika kita perhatikan baik-baik lingkungan di sekitar kita secara umum, tidak dapat dipungkiri kita masih sering menjumpai hal yang kita sebut dengan “diskriminasi”. Diskriminasi itu sendiri artinya merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
Diskriminasi itu tindakan yang tidak baik. Diskriminasi itu muncul dari egoisme dan rasa lebih unggul seseorang atau sekelompok terhadap sesuatu. Diskriminasis sudah banyak muncul dari jaman dulu, ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Dimana suku atau ras tertentu dianggap babu, budak, dan tidak layak bersanding dengan bangsa tertentu yang mengakui kalau mereka lebih baik dari bangsa yang lain. Kalau zaman sekarang, Diskriminasi sosial yang justru banyak merasuki hati para manusia-manusia berpikiran pendek. Bahkan banyak dari kalangan remaja yang tanpa sadar mereka melakukkan hal ini, misalnya soal pamer harta.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat menjunjung tinggi keadilan dan perdamaian, namun melihat kenyataan yang ada, begitu jelas bahwa pada kenyataannya upaya untuk menjunjung keadilan dan perdamaian tersebut kurang maksimal. Hal ini dapat dilihat dari cara pemerintah maupun lembaga pelayanan masyarakat pada umumnya cenderung melakukan diskriminasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Contoh kasus diskriminasi terhadap segi ekonomi yang paling sederhana, yang terjadi di masyarakat dapat berhubungan dengan pelayanan yang diterima oleh masyarakat. Sebagai contoh pelayanan terhadap kesehatan masyarakat di Jakarta yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Jika ada pasien yang datang untuk dirawat, maka yang lebih diutamakan adalah orang-orang yang tergolong mampu membayar tanpa mengalami kesulitan apapun. Diskriminasi ini juga dapat digolongkan ke diskriminasi terhadap status sosial ekonomi. Golongan ekonomi menengah keatas lebih dimudahkan dalam proses, baik dalam proses registrasi, maupun perlakuan dari dokter, perawat hingga petugas kebersihan. Sedangkan golongan menengah kebawah biasanya akan lebih dipersulit dalam hal-hal tersebut. Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk jaminan kesehatan. Namun dalam kenyataannya sampai sekarang  orang yang kurang mampu belum mendapatkan tanggapan serius mengenai hak-hak kesehatannya dari berbagai pihak. Mereka kerap tidak diperhitungkan untuk mendapatkan jaminan kesehatan, padahal mmerekalah yang banyak mengalami problem serius di bidang kesehatan. Memang tidak dapat dipungkiri hal tersebut tidak dapat dihindari, tetapi setidaknya hal tersebut dapat diminimalisasi, pihak rumah sakit sebaiknya memberikan perlakuan yang adil dalam hal memprioritaskan layanan, masih dapat dimaklumi jika diadakan perbedan dari kualitas pelayanan, tetapi rasanya cukup tidak adil jika perbedaan layanan tersebut juga diterapkan dari segi prioritas.
Contoh lainnya seperti perekrutan pegawai intansi pemerintahan. Karena  pihak intansi pemerintah tidak dapat mengontrol dan mengetahui produktivitas pekerja secara mendetail dan individual, pihak intansi cenderung menyandarkan kriteria yang harus dipenuhinya hanya berbatas pada aspek-aspek yang kasat mata, seperti melihat dari golongan atau kelompok mana orang tersebut berasal. Terkadang pihak intansi tersebut cenderung lebih mengutamakan melayani orang-orang yang dikenalnya, atau lebih memprioritaskan mereka yang memberikan “uang pelancar”. Padahal sebagai lembaga pelayanan masyarakat seharusnya instansi-instansi tersebut menyamaratakan pelayanannya terhadap lapisan masyarakat manapun sekalipun mereka memiliki hubungan kekerabatan.  maka pihak intansi sering kali mengasumsikan golongan atau suku-suku tertentu memiliki tingkat produktivitas yang rendah sehingga ia hanya memiliki sedikit sekali bahkan hampir tidak ada kesempatan untuk menjadi pegawai intansi tersebut. Padahal bisa saja orang tersebut ketika diuji kemampuan, semangat dan lain-lain justru lebih memenuhi kriteria dibandingkan mereka yang diutamakan karena aspek-aspek yang telah tersebut diatas.
 Jelas sekali terjadi diskriminasi dalam hal ini, karena seharusnya perekrutan pegawai yang lebih diutamakan adalah kemampuan, bukan hanya sekedar “kenal” ataupun orang-orang berduit. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang intansi tersebut, bisa saja mereka memiliki alasan karena tidak mau ambil pusing jika terjadi apa-apa. Namun demikian, Indonesia menjunjung tinggi HAM dan tiap-tiap orang berhak mendapat kesempatan untuk meraih apa yang ia mau sekalipun harus melalui berbagai persyaratan. Persyaratan ini dapat dijadikan solusi bagi intansi yang tidak mau ambil repot tadi.
Masih banyak lagi kasus sederhana lain yang menggambarkan diskriminasi terhadap individu-individu tertentu. Mungkin tidak akan menjadi masalah bila hal tersebut tidak merugikan pihak lain. Tetapi dilihat dari kasus pelayanan kesehatan yang sudah disebutkan tadi, jelas itu merugikan masyarakat yang berekonomi kurang mampu, padahal mereka layak mendapatkan layanan tersebut atas jaminan pemerintah Jakarta itu sendiri. Kemudian dilihat dari kasus perekrutan pegawai, hal tersebut tentu merugikan masyarakat yang tidak dijadikan prioritas. Sungguh disayangkan bila mereka yang memiliki kemampuan tidak mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari intansi tersebut.
Diskriminasi-diskriminasi sederhana seperti ini sudah seharusnya dihapuskan, mengingat negara Indonesia merupakan negara yang berasaskan demokrasi pancasila, dan demokrasi adalah sistem yang menganut HAM sehingga setiap lapisan masyarakatnya mendapat hak yang sama dalam berbagai aspek. Untuk meminimalisasi tindakan diskriminasi ini, diperlukan kesadaran dari semua pihak. Pemerintah sebaiknya melakukan pengawasan yang ketat terhadap instansi-instansi yang bertugas memenuhi layanan terhadap masyarakat. Rumah sakit harus memperbaiki kualitas pelayanannya dan memperlakukan pasien secara adil, terutama rumah sakit yang didanai oleh pemerintah. Kesadaran masyarakat mutlak diperlukan untuk menegakkan keadilan, dan mengeluarkan aspirasinya ketika diperlakukan tidak adil. Pembahasan kasus ini masih tergolong sederhana, tetapi bukankah perubahan sebaiknya di mulai dari hal yang paling sederhana? Di mulai dari hal yang kecil, di mulai dari individu-individu tiap masyarakatnya agar lambat laun keadilan dan kedamaian dapat terwujud di negeri yang berasaskan demokrasi ini.
Kita hidup di negara yang memiliki beribu macam suku bangsa, bahasa daerah, dan kebudayaan. Slogan burung garuda sebagai lambang negara Indonesia juga terpampang jelas. Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu. Kita tidak berhak untuk merendahkan sesuatu yang menurut kita patut direndahkan, kita tidak berhak untuk mendiskriminasikan seseorang, kelompok, maupun budaya tertentu. Kita juga tidakk patut menyombongkan diri dan berpikir kalau kita ini paling hebat. Kita juga tidak patut jadi seseorang yang fanatik terhadap sesuatu, karena kita hidup dalam satu lingkup negara yang dinamakan Indonesia, negara yang penuh dengan budaya yang sakral, suku bangsa dan bahasa yang beragam, dan semua yang kita miliki ini harus bisa menyatu satu sama lain tanpa adanya kata diskriminasi apapun itu bentuknya.
Jangan ada lagi kata diskriminasi, jangan ada lagi keegoisan yang terlalu fanatik, tangan, kepala, kaki, perut, pusar, dan lobang hidung saja bisa menyatu jadi satu kesatuan yang utuh namanya manusia, dan semua menjalankan tugasnya masing-masing yang dikontrol melalui pusat pikiran yaitu otak. Jadi, cuma manusia yang tidak punya otak yang masih mau tertawa tanpa beban pada waktu dia melakukukan tindakan yang tidak adil sama orang lain. Dimata Tuhan semua manusia sama.
Share this post :
 
Copyright © 2011. Film - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger