POST BARU :
Home » » TINJAUAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM PUASA

TINJAUAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM PUASA

Written By Odikz on Friday, October 4, 2013 | 10:12 PM



MAKALAH TINJAUAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM  PUASA

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Puasa merupakan salah satu rukun islam. Salah satu pilar penegak agama islam ini secara jelas disebutkan dalam Al quran, misalnya dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang kurang lebih artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Puasa juga diperintahkan kepada umat-umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama puasa ini adalah agar kita bertaqwa, bertaqwa kepada Allah SWT.  Puasa merupakan ibadah mahdhoh  yang telah ditentukan syarat, rukun dan ketentuannya. Tidak seperti ibadah mahdhoh yang lain, dimana amalan ibadah mahdhoh seperti shalat adalah untuk kita sendiri, akan tetapi ibadah puasa ini adalah milik Allah SWT.

Puasa juga sebagai sarana latihan bagi kita untuk menahan hawa nafsu yang timbul dalam diri kita. Selain itu, puasa juga memberikan kesehatan jasmani bagi orang yang melaksanakannya salah satunya adalah kesehatan pencernaan.


B. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH



                     a. Untuk mengetahui hikmah ibadah puasa  secara filosofis

b. Untuk menambah pengetahuan mengenai hikmah-hikmah ibadah puasa







 BAB II

PEMBAHASAN

A.  TINJAUAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM  PUASA

Kata puasa merupakan arti dari kata “syiam” kata bentukan masdar dari kata sama.Secara bahasa berarti menahan diri. Dalam arti yang lebih luas siyam berarti meninggalkan parbuatan, termasuk meninggalkan makan, bicara atau bergerak kesuatu tempat, seperti halnya puasa yang dilakukan oleh Maryam untuk menahan diri dari berbicara.

Sacara shar’i puasa adalah meninggalkan makan, minum dan berhubungan seksual sejak terbitnya fajar sadiq sampai terbenammnya matahari dengan  disertai niat. Puasa merupakan salah satu bentuk ibadah yang bersejarah dan yang paling tua serta yang paling luas tersebar di kalangan umat manusia.



Pensyariatan ibadah puasa dalam Islam, sebagaimana pensyariatan hukum lain, juga melalui proses dan tahapan. Proses dan tahapan tersebut antara lain:

1.    Sebelum puasa bulan Ramadhan

Riwayat Muadz bin Jabal menyatakan bahwa “ketika Rasulllah tiba di Madinah beliau berpuasa hari Ashuradan tiga hari setiap bulan”. Kemudian Allah mewajibkan puasa Ramadhan dengan turunya ayat 183 Surah al-Baqarah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, 
 Ini menunjukkan bahwa sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan, kaum muslimin telah melakukan ibadah puasa, yaitu puasa Ashura dan tiga hari setip bulan. Dalam melakukan puasa ini kaum muslimin tidak boleh makan, minum dan menggauli istri setelah waktu Isya’.



2.    Setelah wajib puasa bulan Ramadhan

Puasa Ramadhan diwajibkan bagi kaum muslimin pada tahun kedua Hijriyah, sebelum terjadinya perang Badar. Parang badar terjadi hari Jum’at tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H. Nabi Muhammad SAW sendiri melakukan puasa Ramadhan sebanyak 9 kali selama hidupnya. Adapun masalah penetapan puasa yakni dengan menggunakan kalender hijriyah yang mana menggunakan penetapan bulan sebagai penentu awal dan akhir bulan.

 Seperti yang telah dijelasakan dalam hadis nabi:


حديث عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم، ذَكَرَ رَمَضَانَ، فَقَالَ: لاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوُا الْهِلاَلَ، وَلاَ تُفْطِرُوا حَتَّى تَرَوْهُ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ

Artinya: Abdullah bin Umar r.a. berkata: Rasulullah ketika menyebut Ramadhan bersabda: Jangan puasa sehingga kalian melihat hilal (bulan sabit) dan jangan berhari raya sehingga melihat hilal, maka jika tertutup oleh awan maka perkirakanlah. (Bukhari, Muslim).



Puasa dilihat dari fiqh dalam segi filosofis, maka puasa memiliki beberapa hikmah,antara lain :

pertama , untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah SWT.sebagaimana ibadah-ibadah yang lain.

Kedua untuk ,untuk mendidik manusia akan pentingnya memelihara dan menjaga amanah,tidak menyia-nyiakan bahkan melalaikan selamanya. Puasa dalam hal ini disamakan dengan amanah yang dititipkan Allah kepada kita sebagai tanggungan yang harus dijaga betapapun resikonya,sebesar apapun godaannya.

Ketiga, manfaat penting yang ada dalam puasa adalah melembutkan jiwa, menguatkan kehendak yang ada dalam diri dan menyeimbangkan insting. Seseorang yang melakukan puasa, selain harus merasakan kelaparan dan kehausan dalam wujudnya, ia juga harus menutup matanya dari kelezatan dan kenikmatan biologis, serta membuktikan dengan amal bahwa ia tidaklah seperti hewan yang terkungkung di dalam kandang dan rerumputan. Dengan puasa dimadsudkan agar manusia mampu membersihkan diri dari sifat-sifat kebinatangan  yang biasanya hanya makan , minum,tidur dan sebagainya , jika manusia kesehariannya sepanjang tahun kegiatan dan pekerjaannya hanya seperti itu maka tidak ada bedanya dengan kehidupan hewan. Untuk membedakannya maka disyariatkan ibadah puasa. Karena ia mampu menahan diri dari godaan nafsu dan lebih dominan dari hawa nafsu serta syahwatnya.

Pada hakikatnya, filsafat terpenting puasa terletak pada dimensi ruhani dan maknawi. Yaitu, seseorang yang memiliki seluruh ikhtiyar dan kewenangan dalam berbagai macam makanan serta minuman, yang di saat merasa lapar dan haus ia langsung bisa menikmati apa yang diinginkannya. Keadaannya sebagaimana pepohonan yang tumbuh menyandar di samping dinding yang terletak di pinggiran sebuah aliran air. Pepohonan semacam ini begitu lembut, kurang mampu bertahan dan sangat rentan terhadap serangan berbagai penyakit, serta tidak mempunyai kekuatan bertahan lama. Apabila beberapa hari saja akarnya tidak menyentuh aliran air, pepohonan ini akan segera layu dan menjadi kering.

Lain halnya dengan pepohonan yang tumbuh di sela-sela bebatuan sahara atau yang tumbuh di tengah gunung tandus dan di jalanan yang gersang. Pepohonan yang batang serta dahannya senantiasa dimanjakan oleh angin topan dan teriknya panas matahari yang membakar serta dinginnya angin musim dingin, serta pepohonan yang tumbuh dengan segala kekurangan sejak mada dini pertumbuhannya ini, menjadikannya sebagai batang pohon yang tegar, kuat, penuh kemandirian dan pantang menyerah.

Demikianlah halnya dengan puasa. Ia mempengaruhi jiwa manusia seperti ini. Dan pada batasan-batasan tertenu, ia akan memberikan pertahanan dan kekuatan kemauan dan daya dalam melawan segala peristiwa yang sulit. Ketika naluri liarnya telah terkontrol dengan baik, maka puasa ini akan memancarkan pula cahaya dan kejernihan di dalam kalbunya.

Keempat Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan, untuk memelihara kesehatan perut atau badan secara keseluruhan sebagaimana hasil penelitian para dokter bahwa manusia tidak boleh makan dengan rakus dan terlalu banyak ,karena itu akan mendatangan  penyakit yang berbahaya. Pada tubuh manusia terdapat sampah berbahaya, seperti feses (tinja) , urine , dan keringat .Tubuh akan terancam bahaya bila mengalami sembelit yang disebabkan oleh menumpuknya sisa-sisa sari makanan (tinja ) di usus ,yang pada akhirnya akan menyebabkan tinja tersebut terserap oleh tubuh .Dengan berpuasa ,yang berarti memebatasi suplai makanan yang masuk kedalam tubuh ,penumpukan racun, kotoran dan sampah didalam ubuh dpat dicegah ,sehingga tubuh bersih dari racun ,kotoran,dan ampas.

 Sebagaimana firman Allah alam surah Al-A’raf ayat 
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا


Artinya : ... Makan dan minumlah  dan janganlah berlebih-lebihan..

Dengan berpuasa mengistirahatkan mesin pencernaan,karena dengan bepuasa organ-organ tubuh  mengalami interval terpelihara. Daya tahan tubuh dan taraf kesehatan menjadi prima dan terpelihara.Gerak dan mekanisme ubuh dalam keadaan fresh dan rileks , sehingga memberi kesempatan kepada sel-sel dan jaringan-jaringan tubuh untuk memperbaharui diri setelah sekian lama terus-menerus  bekerja.  puasa dapat meningkatkan daya tahan tubuh , dimana  Rosulullah menyatakan bahwa  puasa itu sebagai junnah (Perisai).

الصيام جنة ( رواه البخاري و مسلم )

“Puasa itu perisai “ (HR Bukhari-Muslim)

Puasa berarti dapat berfungsi menjadi perisai ( benteng) dari penyakit-penyakit fisik yang menyerang tubuh manusia .Bentuk perisai yang tumbuh dari aktivitas puasa menurut para pakar kesehatan ialah bertambahnya sel darah putih dan diblokirnya suplai makanan untuk bakteri, virus dan sel kanker yang bersarang pada tubuh. Hal ini menjadikan orang-orang yang berpuasa memiliki daya tahan dan kekebalan tubuh yang meningkat . Karena itu,mereka kelihatan lebih sehat dan tidak mudah terserang penyakit seiring ibadah puasa yang dijalaninya dengan baik.

Dalam sebuah hadis masyhur, Rasulullah saw. bersabda, “Berpuasalah supaya Kamu menjadi sehat.”

Kelima,, puasa dapat memberikan lompatan yang menakjubkan dari alam hewani menuju ke alam malaikat. Allah Swt berfirman, “Supaya Kamu bertakwa.”(QS. al-Baqarah [2]: 183) Ayat ini menjelaskan filsafat diwajibkannya puasa yang mengisyaratkan pada kompleksitas hakikat tersebut.

Demikian juga, hadis masyhur “Puasa merupakan perisai dalam menghadapi api neraka” mengisyaratkan pula tentang persoalan ini.

Dalam hadis yang lain, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as bertanya kepada Rasulullah saw., “Apa yang harus kita lakukan supaya setan menjauhi kita? Rasulullah saw. bersabda, “Dengan berpuasa, wajah setan akan berubah menjadi hitam, infak di jalan Allah akan melobangi punggungnya, bersahabat karena Allah dan menjaga amal yang salih akan memotong ekornya,  sedangkan beristigfar akan memutuskan urat nadi kalbunya.”

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam Nahj al Balaqhah  menjelaskan filsafat ibadah. Berkenaan dengan puasa, beliau berkata; “Puasa itu untuk menguji keikhlasan seorang hamba.”

Demikian juga di hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda; “Sesungguhnya surga mempunyai sebuah pintu yang bernama Rayyan. Tidak seorang pun yang melewati pintu itu kecuali orang-orang yang berpuasa.”

Keenam,Pengaruh Sosial Puasa bahwa puasa merupakan sebuah pelajaran persamaan dan persaudaraan di antara individu masyarakat. Dengan melakukan ajaran ini secara baik dan benar, orang-orang yang mampu sebagaimana para fakir miskin akan ikut merasakan bagaimana menikmati kelaparan dan juga dengan menghemat penggunaan makanan pada siang dan malam hari, mereka akan bisa bergegas untuk membantu para fakir miskin.

Tentunya bisa saja terjadi, dengan hanya menceritakan keadaan orang-orang yang ditimpa kelaparan dan kekurangan ini, orang-orang yang mampu pun akan bisa memberikan atensinya kepada mereka. Tetapi, apabila problem ini dimanifestasikan dalam bentuk praktis, ini akan memberikan kesan yang lebih dalam lagi. Puasa dengan ciri penting seperti ini akan memberikan warna intuitif dalam kehidupan sosial. Oleh karena itu, dalam hadis masyur dari Imam Shadiq as disebutkan bahwa Hisyam bin Hakam bertanaya tentang sebab disyariatkannya puasa atas manusia. beliau menjawab” “Puasa diwajibkan bagi manusia karena di dalamnya terdapat hak persamaan antara orang-orang fakir dengan orang-orang yang cukup”. Hal ini dimaksudkan supaya orang-orang yang cukup bisa merasakan rasa lapar, sehingga mereka mau memberikan haknya kepada yang fakir. Karena orang-orang yang cukup umumnya bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan, maka Allah Swt menginginkan adanya persamaan di antara hamba-hamba Nya, dan memberikan rasa lapar, lemas, kesakitan, dan kesulitan serta kepayahan kepada golongan yang cukup ini. Pada akhirnya di dalam kalbu-kalbu mereka akan terbentuk rasa iba dan belas kasih kepada orang-orang yang menderita kelaparan.”

Ketujuh, bahwa dengan puasa dapat melatih kesabaran.Menurut sahabat Ali bin Abi Thalib  dan Imam Al-Ghazali ,sabar dibagi menjadi tiga mcam, yaitu(1) Sabar dalam ketaatan yakni menahan kesusahan dan kesukaran dalam mengerjakan amal ibadah, (2) Sabar dari kemaksiatan , yaitu menahan diri dari  mengerjakan kemaksiatan, kemungkaran dan kedurhakaan dan (3) Sabar dalam  menghadapi ujian dan cobaan , yaitu tabah ,tidak mengeluh , dan serta tidak berputus asa  aas musibah dan berbagai penderitaan yang menimpanya.Ketiga macam sabar ini  tampak terkandung dalam  aktivitas ibadah puasa. Puasa mengendalikan berbagai perilaku negatif . Dengan latihan kesabaran secara psikis orang yang berpuasa lebih memiliki kesiapan dan ketahanan dalam menghadapi derita, ujian dan cobaan hidup sebab dia telah terlatih , terbiasa, sehingga ia tidak mudah mengeluh  dan berputus asa



B.  ANALISIS

Puasa bukan hanya menahan dari segala sesuatu yang merugikan diri sendiri atau orang lain, melainkan merefleksikan diri untuk turut hidup berdampingan dengan orang lain secara harmonis, memusnahkan kecemburuan sosial serta melibatkan diri dengan sikap tepa selira dengan menjalin hidup dalam kebersamaan, serta melatih diri untuk selalu peka terhadap lingkungan.

Rahasia-rahasia tersebut ternyata ada pada kalimat terakhir yang teramat singkat pada ayat 183 surah al-Baqarah. Allah swt memerintahkan: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah:183). Allah swt mengakhiri ayat tersebut dengan "agar kalian bertakwa”  yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrati manusia dari perilaku layaknya binatang.

Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok. Dalam ibadah puasa, Islam memandang sama derajat manusia. Mereka yang memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeserpun, tetap merasakan hal yang sama: lapar dan haus. Jika sholat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitifitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.

Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki kesamaan rasa, atau manusia "turut merasakan" bersama, bukan sebaliknya. Manusia mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitifitas satu rasa sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu. Dari sini puasa memiliki multifungsi. Setidaknya ada tiga fungsi puasa: tazhib, ta'dib dan tadrib. Puasa adalah sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa seseorang (ta'dib), serta medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa: takwa. Takwa dalam pengertian yang lebih umum adalah melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Takwa dan kesalehan sosial adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama, mengintegral dan tak dapat dipisahkan. Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya  "cinta"  timbul dari rasa sakit. Di sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah berpuasa.

Dengan jelas dan akurat, Islam melarang keras segala bentuk makanan, minuman, aktivitas seks, penyakit hati dan ucapan merasuki perut dan jiwa orang yang berpuasa. Dari lapar dan dahaga, betapa kita dapat merasakan mereka yang berada di garis kemiskinan, manusia ada yang berada di kolong jembatan, atau kaum tunawisma yang kerap berselimutkan dingin di malam hari atau terbakar terik matahari di siang hari. Ini adalah suatu sistem, cara praktis melatih kasih sayang jiwa dan nurani manusia. Adakah cara yang paling efektif untuk melatih cinta? Bukankah kita tahu bahwa selalu ada dua sistem yang saling terkait: yang melihat dan yang buta, yang cendikia dan yang awam, serta yang teratur dan yang mengejutkan. Jika cinta antara orang kaya yang lapar terhadap orang miskin yang lapar tercipta, maka untaian hikmah kemanusiaan di dalam diri menemukan kekuasaannya sebagai "sang mesias", juru selamat. Orang yang berpunya dan hatinya selalu diasah dengan puasa, maka telinga jiwanya mendengar suara sang fakir yang merintih. Ia tidak serta merta mendengar itu sebagai suara mohon pengharapan, melainkan permohonan akan sesuatu hal yang tidak ada jalan lain untuk disambut, direngkuh dan direspon akan makna tangisannya itu. Orang berpunya akan memaknai itu semua atas pengabdian yang tulus, iimaanan wa ihtisaaban. Semua karena Allah, karena hanya Dia Sang pemilik segalanya.

















DAFTAR PUSTAKA

1.    Asmawi,Filsafat Hukum Islam ,Yogyakarta,Teras,2009

2. Syarifuddin,Ahmad, Puasa menuju sehat fisik dan psikis , Jakarta,Gema Insani , 2003

3. Muhammad Ali al-Shobuni, Rowa'i al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam,

4. 110 Persoalan Keimanan, karya: Syekh Makarim Syirazi

5. Sabiq. Sayyid. 1993. Fikih sunnah 3. Bandung: Alma’arif.




Share this post :
 
Copyright © 2011. Film - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger